Siaran Pers

Siaran Pers

Siaran Pers

LBH AMPUH INDONESIA Desak Penegakan Hukum Atas Sindikat Impor Ilegal, Jangan Biarkan Kejahatan Ekonomi Asing Menggerogoti Industri Nasional

3 November 2025

Blue Flower
Blue Flower
Blue Flower

Jakarta, 3 November 2025 — Arus barang impor tanpa merek dan tanpa izin resmi kian deras memasuki Indonesia. Produk-produk tersebut—mulai dari tekstil, garmen, elektronik rumah tangga, hingga barang konsumsi ringan—mayoritas berasal dari China dan masuk melalui pelabuhan besar seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Barang ilegal itu dengan cepat membanjiri pasar tradisional hingga platform daring dengan harga jauh di bawah pasaran.

Situasi ini menekan industri dalam negeri serta pelaku usaha yang selama ini patuh pada ketentuan hukum. Produk berharga murah tersebut tidak hanya merusak rantai pasok nasional, tetapi juga mengancam keberlangsungan industri tekstil, manufaktur, dan UMKM di berbagai daerah.

Salah satu modus baru yang terungkap adalah penggunaan badan hukum lokal sebagai “boneka” atau nominee company oleh warga negara asing (WNA) untuk menjalankan praktik impor ilegal. Dalam kasus terbaru, seorang WNA asal China berinisial ZL memanfaatkan perusahaan Indonesia untuk mengimpor 88 kontainer barang secara legal, namun kemudian mengendalikan distribusi dan hasil penjualannya secara sepihak.

Barang-barang tersebut disimpan di gudang pribadi di bawah kendali ZL dan dijual kepada pihak lain tanpa sepengetahuan pemilik perusahaan sah. Dana hasil penjualan bahkan dialihkan ke rekening pribadi ZL di salah satu bank swasta, bukan ke rekening perusahaan. Tindakan ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan menimbulkan kerugian signifikan bagi negara.

Ironisnya, seluruh dokumen legal, termasuk Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan kewajiban perpajakan, tercatat atas nama perusahaan Indonesia yang dijadikan kedok. Akibatnya, direktur perusahaan lokal justru berpotensi menjadi pihak yang dituntut, meskipun sebenarnya menjadi korban rekayasa bisnis ilegal yang dilakukan pihak asing.

Direktur LBH AMPUH INDONESIA, Joni Sudarso, menyatakan bahwa praktik semacam ini bukan sekadar pelanggaran etika bisnis, melainkan kejahatan ekonomi lintas negara. “Kami menemukan indikasi pelanggaran terhadap sejumlah undang-undang penting, mulai dari UU Kepabeanan, UU TPPU, UU Perpajakan, hingga UU Keimigrasian,” ujarnya, Senin (3/11/2025). Ia menegaskan bahwa praktik ini tidak dapat lagi dianggap sebagai persoalan administratif, tetapi sebagai kejahatan ekonomi terstruktur yang menggerus fondasi ekonomi nasional.

LBH AMPUH INDONESIA menyoroti empat dampak sistemik dari banjir barang impor ilegal: hilangnya potensi penerimaan negara, tergerusnya industri lokal oleh produk murah, menurunnya kepercayaan investor, serta meningkatnya tindak pidana ekonomi lintas negara seperti penyelundupan dan pencucian uang.

Secara hukum, LBH AMPUH menilai praktik ini melanggar Pasal 102 huruf a dan b UU No. 17/2006 tentang Kepabeanan mengenai manipulasi dokumen dan penyelundupan barang; Pasal 3 dan 4 UU No. 8/2010 tentang TPPU; serta ketentuan UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Selain itu, Pasal 62 ayat (2) huruf c UU No. 6/2011 tentang Keimigrasian berpotensi dilanggar karena WNA menggunakan izin tinggal tetap untuk aktivitas ekonomi ilegal.

Untuk memperkuat perlindungan hukum, LBH AMPUH INDONESIA mendesak pemerintah melakukan reformasi lintas sektor. Usulan tersebut mencakup pengetatan izin tinggal dan izin usaha bagi WNA, integrasi sistem antara AHU, Imigrasi, dan PPATK untuk memantau pemegang saham asing, serta kewajiban penggunaan rekening perusahaan dalam setiap transaksi impor guna mencegah tindak pidana finansial.

LBH AMPUH juga meminta Kejaksaan Agung membuka penyelidikan dugaan TPPU dan penggelapan pajak, PPATK menelusuri aliran dana ke rekening pribadi pelaku, serta Ditjen Imigrasi mencabut izin tinggal dan mendeportasi WNA yang terbukti melakukan penyalahgunaan izin. Kementerian Keuangan dan Bea Cukai diminta memperketat pengawasan, sementara Kemenperin dan Kemenkop UKM diminta memberikan perlindungan hukum bagi pelaku usaha nasional yang menjadi korban.

Fenomena “banjir impor tanpa merek” ini dinilai bukan sekadar isu perdagangan, melainkan ancaman serius terhadap kedaulatan ekonomi nasional. Jika tidak ditangani, dampaknya dapat menggerus daya saing industri lokal, mengurangi penerimaan negara, dan melemahkan ketahanan ekonomi bangsa di tengah kompetisi global.

“Negara harus hadir melindungi pelaku usaha nasional dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Indonesia tidak boleh menjadi surga bagi modal ilegal asing yang merugikan rakyatnya sendiri,” tegas Joni Sudarso.

Continue Reading

The latest handpicked blog articles

Hubungi kami dan sampaikan pesan serta pertanyaan Anda
Hubungi kami dan sampaikan pesan serta pertanyaan Anda
Hubungi kami dan sampaikan pesan serta pertanyaan Anda

Create a free website with Framer, the website builder loved by startups, designers and agencies.